Kamis, 01 Juli 2010

Percikan "That's All "by Tami Ferrasta,,, Ledakan Pertama

Hanya Allah yang akan mengingatkan kita.
Hanya Allah yang akan memberikan pencerahan dan memberikan
hidayah kepada kita




Banyak pristiwa yang tidak akan pernah saya lupakan dalam perkawinan saya. Banyak sekali. Salah satu pristiwa yang paling melekat di hati saya adalah peristiwa seminggu setelah pernikahan kami. Hari itu kami sedang bertandang ke rumah Ibu di Rawamangun. Setelah sholat Dzuhur, Pepeng memanggil saya.

"Kamu sekarang istri saya. Saya harus memberitahukan kewajiban kamu sebagai perempuan Islam. Saya tahu kamu taat beribadah. Ada ibadah lain selain sholat yaitu Jilbab, hijab. Perempuan wajib menutup auratnya. Itu perintah Allah di dalam Al Quran," kata Pepeng dengan tenang.

Dhuuuaarrrrr! Bunyi ledakan itu terdengar kencang memecahkan kepala saya. Ternyata orang ini tidak asyik. Dia sok mengatur. Seperti ustad saja. Masak saya disuruh pake jilbab? Pokoknya, di hari itu dunia saya runtuh.Saya pun menangis sejadi-jadinya.

Saya lari ke dapur mengadu pada Ibu dan Mbak Dien, kakak perempuan Pepeng. Melihat saya menangis seperti itu, ibu dan Mbak Dien heran dan bertanya, kenapa saya menangis? Saya bercerita, Pepeng meminta saya memakai jilbab, padahal saya saya masih belum terpikir sama sekali untuk mengenakan jilbab. Saya masih suka tampil dengan gaya saya yang kelihatan modis, modern, atau apapun sebutannya. Pokoknya, jangan jilbab. Jangan suruh saya memakai hijab. Amit-amit! Teriak saya sekenanya dalam hati.

Pepeng tidak dibela sama sekali, dia malah dimarahi oleh ibu dan kakaknya itu. "Ada apa? Kok kamu memaksa istri kamu pakai jilbab? Memangnya kamu ustad, kamu mau jadi ustad?" Mereka bertanya seperti metraliur.

"Lho, memangnya kalau saya ustad, kenapa? Apa saya salah? Saya mengetahui dengan pasti kewajiban memakai jilbab bagi perempuan. Apa salah saya mengingatkan istri saya untuk mengenakan jilbab? Saya tidak memaksa kok" Pepeng memberikan jawaban yang sebenarnya mengena di hati saya.

Akan tetapi, rasanya Pepeng harus menunggu hingga saya siap. Terus terang, saya belum ada keinginan untuk mengenakan jilbab pada saat itu. Pepeng telah mengambil langkah. Akan tetapi, yang bisa dia lakukan selanjutnya hanya menunggu. Pepeng sadar betul, beribadah dalam hal ini mengenakan jilbab, harus timbul dari hati pemakainya. Paling tidak, dia sudah mengingatkan. Selanjutnya hati saya yang berproses mengolah omongan Pepeng.

 "Selanjutnya, hanya Allah yang akan mengingatkan kamu. Hanya Allah yang akan memberikan pencerahan dan memberikan hidayah kepada kamu. Teliti hati nurani kamu, insya Allah suatu saat keinginan itu akan datang. Saya berdoa untuk kamu," begitu kata Pepeng bak ustad kondang menenangkan hati saya.

 Hari-hari selanjutnya, Pepeng memang tidak pernah mengingatkan saya lagi untuk mengenakan jilbab. Dia menepati janjinya. Ia menunggu saat pemberian Hidayah dari Allah. Ia hanya menegur dan melarang, lagi-lagi dengan gayanya tujuh perdelapan melotot kalau saya keluar mengenakan celana pendek-biasanya saat saya keluar mau belanja. Seringkali saya sangat kesal.

Umur saya baru dua puluh dua tahun ustaaad, celoteh saya dalam hati mengobati rasa kesal yang selalu muncul.

Soal jilbab benar-benar hilang dari topik pembicaraan kami sekeluarga. Benar-benar sirna seolah-olah pristiwa itu tidak pernah terjadi. Sampai suatu ketika, tiga belas tahun kemudian, saat saya berusia tiga puluh lima tahun, saya memperoleh kesempatan untuk naik haji. Sehari sebelum kami berangkat ke Tanah Suci, saya melihat Pepeng tertawa sendiri di pojok kamar. Waktu itu, dia habis sholat dhuha. Kenapa lagi ini orang? Pasti dia dapat ide baru bikin orang tertawa, pikir saya. Saya harus hati-hati, jangan-jangan dia mau usil pada saya. Karena penasaran, saya pun bertanya, "Kenapa kamu tertawa-tawa sendirian?"

Ia menjawab, "Nanti saya ceritakan pikiran yang tiba-tiba muncul saat saya sholat tadi. Subhanallah, itu sesuatu yang membuat saya ingin segera ada di Tanah Suci," kata Pepeng sambil tersenyum penuh rahasia.

Sesampai di Tanah Suci, Tanah Haram Makkah, kami, terutama saya, hanya bisa menganga melihat dan merasakan suasana yang sangat menyejukkan. Pemandangan paling mencekam hati saya dan saya rasakan sebagai pengalaman rohani yang tidak bisa saya uraikan dengan kata adalah pemandangan di Tanah Haram. Semua aurat tertutup. Semua terkesan suci. Semua terkesan Ilahiyah. Semua terkesan ibadah. Semua terkesan cantik.

Subhanallah, ada sesuatu yang tidak saya mengerti membuncah di hati saya. Sebuah perasaan nyaman, percaya diri, bahkan merasa sangat cantik dengan pakaian ihram yang menutup rapat semua aurat saya. Perasaan bahagia, riang gembira, ceria itu tiba-tiba muncul melebihi semua perasaan yang pernah saya alami kalau saya punya pakaian baru yang cantik. Naluri saya sebagai Shopacholic sekaligus designer tiba-tiba tumbuh ke arah yang belum pernah saya rasakan.

Saya jelajahi semua toko di Pasar Seng, mal-mal di Mekkah dan Jeddah dengan satu tujuan: mencari dan mempelajari disain pakaian muslimah. Setelah sekian lama, akhirnya Allah menganugerahi kemantapan di hati saya. Saya menemukan ide untuk pakaian muslimah yang saya rasakan sangat pas, cocok, dan sangat serasi untuk saya pakai sehari-hari. Pakaian ini membuat saya merasa sangat cantik di hadapan Allah.

"Terimakasih ya Allah, Engkau buka hati ini untuk menyempurnakan ibadah seperti yang engkau perintahkan. Terimakasih ya Allah. Engkau berikan kepada saya keberanian untuk hijrah dalam hal berpakaian. Mulai hari ini saya tidak akan melepas hijab ini. Ajarkan agar saya juga bisa menghijabi hati ini menjadi hati yang selalu tunduk kepada-MU. Lindungi keluarga kami, suami saya, dan anak-anak saya," demikian saya bisikkan doa yang dalam ke hadirat Allah Azza Wa Jalla, di rumah-NYA yang suci.

Niat tersebut saya sampaikan kepada Pepeng. Dia tersenyum cerah sambil berkata, " Perempuan itu mau memakai sesuatu karena menurut dia pantas untuk dipakai. Banyak orang telanjang, tidak memakai apa-apa, atau berpakaian minim karena menurutnya itu pantas. Saya mengerti sekarang apa yang kamu persoalkan dalam hal berbusana. Saya mengerti mengapa kamu dan perempuan pada umumnya selalu sibuk berkaca putar-putar lima sampai sepuluh jam untuk masalah busana. Saya bahagia, Allah buktikan kebesaran-NYA. Jadi kamu merasa cantik dengan pakaian muslimah ini kan?" Begitu kira-kira uraian ustad Pepeng.

Susah berbicara dengan filsuf. Segalanya dipikirkan dan dicari inti permasalahannya. Nanti akan saya dongengi bagaimana ustad filsuf Pepeng yang lucu tapi garing ini menguraikan masalah pikiran dan pemikiran. Heboh sekali. Mencekam banget. Akan tetapi, karena dia punya kemampuan menguraikan yang baik dan kecerdasan linguistik yang tinggi, saya, kami sekeluarga benar-benar mengerti apa yang biasanya akan ia sampaikan. Saya bersujud, bersyukur di hadapan Ka'bah.

"Terima kasih Allah, Engkau karuniai saya seorang Pepeng dan empat orang Pepeng kecil yang sedang menunggu kepulangan kami dari undangan-MU, ya Allah."

"Terima kasih, Peng. Terima kasih atas kesabaranmu menunggu bojo-mu  yang pecicilan ini berubah menjadi wanita cantik seperti yang ditetapkan Allah. Doa kamu terkabul Peng. Doa agar kita semua dicintai Allah Azza Wa Jalla. Terima kasih."



Diambil dari Buku "That's All" karya Tami "Pepeng" Ferrasta, istri dari Soebardi "Pepeng"Ferrasta.Penerbit Cicero Publishing,Februari 2009.
Semoga menjadi inspirasi bagi muslimah yang belum berhijab untuk segera berhijab, bagi suami-suami untuk menasihati istri dengan baik dan sabar..karena istri itu adalah tulang rusuk yang bengkok...apabila diuabah dengan keras ia akan rusak, tetapi jika ia tidak diubah maka akan tetap bengkok...PEACE..^^




ShoutMix chat widget

11 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagus banget ceritanya.

kamu sendiri make jilbab ga?
hehe

Anonim mengatakan...

prof. helga

nakjaDimande mengatakan...

Putri, maafkan Bundo baru sekarang sampai ke rumahmu.. silahkan kalo mau marahin Bundo.

tapi pasti putri tetap senyum manis buat Bundo.. terlihat senyum manis gadis berjilbab ini sampai ke Bukittinggi.

puteriamirillis mengatakan...

@prof.helga:pake dong...:D
@bundo: wah bundo singgah di rumah awak nan ketek...salam bundo...
awak minang juo..sadonyo...
salam bund...i find u..^^

bundadontworry mengatakan...

Subhanallah, benar2 terbukti betapa besar kasih sayang Allah swt padamu Pu3.
Semoga kita tetap istiqomah menjalankan semua perintahnya ya Pu3 ,amin.
salam

puteriamirillis mengatakan...

amiin bundo...semoga kasih sayang Allah untuk bundo juga..
tapi tokoh dalam cerita itu tami ferasta ya bun^^si pengarang cerita..

Rosalina Anggraeni mengatakan...

keren! artikelnya bagus
end notenya juga inspiring banget :D

setitikharapan mengatakan...

Semoga kisah ini mampu menginspirasi sahabat-sahabat muslimah yang belum berhijab. makasih mbak untuk saling mengingatkan.

marsudiyanto mengatakan...

Ikut belajar disini Mbak...
Semoga dari tulisan yg ada di blog ini bisa saya petik manfaatnya

puteriamirillis mengatakan...

terimakasih semuanya,,,
semoga kita dapat saling belajar dari membaca blog masing2 dan blogwalking yah,,^^

meilya dwiyanti mengatakan...

SUBHANALLAH...
saya merinding mbak bacanya...

saya juga pengen mbak 100 % pake jilbab

sekarang hanya kalo mau keluar rumah aja pake jilbab mbak, di rumah kadang masih belum.

insya Allah, saya perbaiki mbak....

salam PU ..

apa sih mbak PU??

maaf ya saya telat komen.. hehehehe