Senin, 13 Februari 2012

Rumahku, itu kamu!

Pertemuan dengan makhluk menyeramkan itu. Lari, ya aku harus berlari dengan sekuat tenaga. Huf, tenagaku habis terkapar dalam bayang-bayang semu. Aku takut, aku sesak, aku ingin menumpahkan segala kekacauan dan derita di jiwa ini.


"Hai kau manusia skizofrenia, kemari!", bentak si makhluk menyeramkan.

"Tidaaaak!!!! aku sehat, aku sembuh, aku bukan manusia skizofrenia itu", jawabku sekuat tenaga.

"Kau divonis! baru tadi pagi vonis itu menyerangmu. Hahahaha....", tegas si makhluk menyeramkan.

"Aku bukan seperti yang kau kira. Aku hanya seorang normal yang sedang sakit. Aku berusaha untuk sembuh. Namun jika bayangmu terus menggerogoti otakku, bagaimana aku bisa normal kembali", kataku.

"Tak apa! tak perlu kau sembuh. Kau temanku, selamanya!", makhluk menyeramkan meyakinkanku.

Aku bangun dengan badan sakit, hati sakit, jiwaku apalagi. “Benarkah aku terkena skizofrenia? Ah, tidak mimpi semalam hanyalah halusinasiku saja”, kataku.

Berhadapan dengan seorang penderita skizofrenia membuatku menjadi sedikit gila. Mengapa mimpi itu begitu nyata. Dadaku turun naik, napas memburu, tersengal, lelah.

Cinta, benarkah cinta tak mengenal dimana hati itu berlabuh. Dimana ia harus ditempatkan. Di hati yang sakit atau di hati yang sehat. Jika sudah tumbuh maka ia menjelma. Bagai parasit hati yang menjalar dengan cepatnya.

Telingaku terkagetkan dengan isak tangis tersedu suamiku.

“Tidak, tidak!”, katanya.

“Aku takut, aku takut!”, katanya lagi.

“Pergi kau dari hidupku”, lagi-lagi kata dia.

Aku hanya berusaha memeluknya dengan perasaan sayang, aku berusaha rasa itu sama seperti 4 tahun yang lalu. Kala kami bertemu untuk pertama kalinya. Dikala ia masih bisa berpikir normal, ketika ia selalu melimpahiku dengan kasih sayang yang luar biasa.

“Jangan takut sayangku. Ada aku!”, kataku berusaha menenangkan. Aku memeluknya.

Skizofrenia paranoid, vonis kejam untuknya. Entah awalnya bagaimana, tetapi skizofrenia itu mulai muncul ketika dia dirumahkan oleh perusahaan. Stress tingkat tinggi melanda suamiku. Konsentrasinya melemah, tingkahnya membuat rekan sekerja takut. Ia pernah menyalakan alarm kebakaran dan semua panik. Akhirnya seperti parasit halusinasinya selalu hadir dan penyakit itu bersarang pada tubuhnya.

Aku hanya berpikir tentang cinta. Apakah aku harus pergi meninggalkannya.  Sedangkan hari-hari bersamanya adalah kenangan. Kenangan manis. Ketika kami merasakan hangat cinta, ketika dunia serasa milik berdua, ketika vonis itu belum datang. Skizofrenia, aku benci!

Beberapa hari ini mantan pacarku terus menghubungiku. Ia normal, ia hangat, ia mengagumkan. Namun....

“Aaa…iii…gio…tre…”, ucap suamiku, menceracau.

Aku memeluknya erat.

“aaaaa….peee…guud….”, katanya.

Tangisku menderas. Rasa yang hadir membuatku terenyuh.

Allahu akbar...Allaaaaahu Akbar!

Tiba-tiba pada tengah malam pekat ini dia adzan. Padahal isya telah lewat semenjak tadi.

Hatiku penuh isak, sebuah keputusan harus kutetapkan. Aku ingin pergi meninggalkannya. Perilakunya membuatku muak.

Namun tiba-tiba ia bernyanyi. Keras-keras.

"I will always love you, i will always stay true".
Dengan mimik aneh namun menyiratkan sesuatu kesungguhan. Kesungguhan di hati. This is our memory song!

Terlalu jika aku meninggalkannya.

Suamiku apapun keadaanmu, aku akan tetap di sisi mu. Aku mencintaimu. Apapun yang terjadi.

Aku kembali padamu.
Rumahku, itu kamu!

5 komentar:

^omman mengatakan...

~rumahku istanaku ... itu pasti!

^omman mengatakan...

~selalu bersatu, bersama menghadapi suka-duka itulah 'cinta yg diikat dlm 'akad-nikah... akhir postingan keputusan yg mantap... nicee :P

abrus mengatakan...

Se7 banget ... selalu seiyasekata dlm suka & derita.
Jangan, ada uang abang sayang tak uang abang ditendang ...hikss

HP Yitno mengatakan...

Siapa tahu penyakit itu hanyalah ujian kesetiaan yang mungkin hanya sementara. Semoga penyakit itu nggak terus menggerogoti otaknya. Otak bisa sakit, tapi hati selalu kembali kepada kebenaran, cinta dan kasih sayang.

Budi Arnaya mengatakan...

Cinta dalam suka dan duka ...bagus banget