Rabu, 05 Maret 2014

Cinta Tak Berbalas

"Ah, apaan no,no,no!" Vina menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Sejak kapan lo ga percaya Tuhan?"tanya Riri.

"Ga peduli gue, yang jelas gue merasa Tuhan tidak ada untuk gue di saat gue butuh."

"Tapi apa lo tau sampai kapan hidup lo berjalan dan hendak kemana lo menuju?"

"Gue tahu diri gue sendiri Ri, dan gue tahu kemana gue menuju."

"Lo percaya takdir? Lo percaya bahwa sesungguhnya takdir manusia itu sudah ada dan kita tinggal berjalan menuju takdir itu. Dan semua tentunya diatur oleh Tuhan. Dia yang maha kuasa atas diri kita."

Senyap sejenak.  Lalu lintas Jakarta masih terlihat ramai, bahkan jalanan padat merayap. Mereka berada di sebuah cafe di mal kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Lampu-lampu menyala dengan cantik dan menambah pesona kota Jakarta kala malam tiba.

"Gue merasa Tuhan terlalu mengatur hidup manusia. Manusia punya hak seharusnya atas hidupnya sendiri. Its our life! Lo tau, mau sampai kapan kita berjalan dalam segala tetek bengek aturan yang sebenarnya tak ingin kita jalankan, bahkan menentukan arah dan jalan pikiran kita saja sudah ditentukan oleh Tuhan."

"Gue sendiri merasa ya Vin, hidup kita itu memang membutuhkan aturan dari Tuhan. Gue pernah terjebak dalam situasi dimana gue terkungkung dalam egosentris gue dan akhirnya gue sendiri yang melemah dan membutuhkan aturan-aturan dari Tuhan dimana gue bisa mengarahkan hidup gue."

"Ah, elo aja terlalu takut dalam menghadapi hidup lo sendiri, elo yang ga berani menentukan sikap lo sendiri."

"Gue merasa ini titik gue untuk sadar. Kemarin-kemarin gue salah, gue ga ikutin ketentuan dari Tuhan. Dan di titik ini gue harap elo ga perlu ganggu gue lagi. Gue mau berubah."

"Kalau suatu saat elo menyadari kesalahan elo jangan harap gue akan menerima lo kembali! Ingat itu Ri!"

"Ok, selamat tinggal Vin."

Handphone Riri berbunyi. Ia mengangkat teleponnya dan menjawab sapaan di seberang sana. Semenit kemudian Riri menyudahi pembicaraan dengan si penelepon. Riri memakai jaket kulitnya lalu memakai tas ransel cantik di punggung.

 "Gue balik duluan! Adi sudah menunggu di luar. Gue masih berharap lo bisa berubah Vin. Tuhan itu ada!"

Dalam pikirannya Vina bersumpah serapah. "Shiit, Adi telah mengambil Riri dari pelukan gue."

ATEIS. "Tuhan itu imajinasi!" katanya berapi-api. Dalam hati, ia menangis, ada rasa cinta yang tak berbalas di sana.

Dibuat untuk MFF

359 kata

http://puteriamirillis.blogspot.com/p/daftar-isi.html

19 komentar:

Beby mengatakan...

Hah? Lesbi kah si Vina? :o

puteriamirillis mengatakan...

@Beby Rischka ho..oh

Respoeblika mengatakan...

hmmmm Keren....

Vin kapan bisa berhenti merokok, xixix

puteriamirillis mengatakan...

@Respoeblika Vin masih menyukai rokok, pengganti riri katanya.

Lidya Fitrian mengatakan...

ayo jauhi rokok :)

fitrina akeda mengatakan...

wah.... keren, kak. (y)

duniaely mengatakan...

wadewww .... cewek suka cewek ya ? :)

puteriamirillis mengatakan...

Iya, ga baik u kesehatan ya mbak.

puteriamirillis mengatakan...

@fitrina akeda makasih ya fit.

puteriamirillis mengatakan...

@duniaely iya kak eli :)

Anonim mengatakan...

waduh.... suka dengan sesama :D

puteriamirillis mengatakan...

@jampang iya, sesama jenis...

obat asma mengatakan...

naudzubillah... suka sesama nih ? :(

puteriamirillis mengatakan...

@obat asma iya nih...

L I N D A mengatakan...

tadi awalnya ngira vina sama riri ini ngobrol via chat gituu

Anonim mengatakan...

kenapa sih dia nggak percaya tuhan?

puteriamirillis mengatakan...

Gitu ya...hihi.

puteriamirillis mengatakan...

@attarsandhismind karena dia ga suka aturan dari Tuhan,Attar.

Latree mengatakan...

nice...
menurutku ga perlu pembedaan huruf (italic) dalam percakapan, karena toh ini percakapan nyata antara dua orang dalam satu tempat dan waktu.