Jumat, 09 Mei 2014

Memandang Dari Jendela

Perempuan itu berteriak kencang. Suaranya terdengar hingga ke kos ku. Kulihat sekilas lewat jendela kos. Ada apa dengan dia??? Dia terlihat sangat marah, wajahnya memerah, napasnya terengah-engah. Setiap orang yang memandang pasti akan merasa gerah. Apalagi malam ini angin terasa berhenti bergerak. Udara panas mengalirkan keringat dari tubuhku.

Aku tetap memandang ke arahnya dari balik jendela ini. Udara tak ada di kamar kos membuat aku suka memandang keluar melalui jendela ini. Suasana sudah sepi saat itu. Anak-anak yang bermain-main di malam minggu sudah kembali ke rumah masing-masing. Ibu-ibu yang bergosip ria di depan rumah Pak RT juga sudah tidur di kamarnya. Rumah-rumah di gang Mangga sudah dimatikan lampunya. Gerah mungkin jika tetap dibiarkan menyala dalam kondisi udara malam tak berangin. Beberapa rumah jendelanya juga terbuka.

Ada apa dengan perempuan itu. Yang kutahu namanya Heni. Dia kos di rumah depan. Kebetulan pemilik kos ku mempunyai dua rumah kos yang berhadapan di gang Mangga. Satu kos karyawan, satu lagi kos karyawati. Aku menempati kamar di lantai dua rumah ini. Rumah yang lumayan nyaman untuk ditinggali. Jalanan gang Mangga juga tidak terlalu sempit untuk ukuran gang, setidaknya mobil bisa masuk gang ini.

Aku dengar perempuan itu berteriak lagi. Tetangga sekitar ikutan bangun. Mereka keluar rumah. Terutama para Bapak. Kulihat dari lantai dua ini mereka saling bertanya-tanya. "Ada apa, ada apa."

Teman kos Heni juga akhirnya bangun. Teman kos ku yang menempati lantai bawah juga bangun dan kelar rumah. Teman kos Heni merangkul Heni untuk masuk ke dalam rumah. Ada apa dengan Heni. Aku masih di sini. Memandang dari jendela. Malam sudah larut dan aku malas turun sekedar menanyakan apa yang terjadi. Aku mainkan gitarku. Dan setengah jam kemudian aku sudah terlelap.

Dan kusadari keesokan harinya ketika gitarku ada di samping kasur. Aku mendengar suara teriakan perempuan itu lagi. Ya tetap Heni. Dia lagi kenapa ya, jadi suka berteriak. Sudah gilakah?

Yang kutahu selama ini dia punya pacar. Pacarnya tinggi besar. Mereka sering jalan berdua. Pulang baru pada larut malam. Yah, kebiasaanku memandang melalui jendela kos sambil main gitar membuat aku tahu banyak hal yang terjadi di gang Mangga. Terutama pada malam hari, di saat aku sudah pulang kantor.

Tadi malam Heni dan pacarnya terlihat bergandeng mesra. Pergi malam mingguan. Hingga akhirnya Heni pulang sendirian dan dia berteriak kencang. Ah mungkin mereka sedang bertengkar yang agak hardcore. Atau mereka telah berbuat mesum dan digerebek hansip taman depan. Atau pacarnya ketahuan selingkuh. Atau ternyata pacarnya itu penyuka sesama jenis. Atau ternyata pacarnya hanya memanfaatkan Heni untuk mendapatkan uangnya. Entah.

Heni keluar dari kamar kos di lantai bawah. Aku kebetulan sedang memandang lewat jendela. Mata Heni tampak sembab, mungkin menangis semalaman. Perempuan jadi tampak tidak menarik dengan mata sembab. Matanya menjadi tebal. Heni mengeluarkan sapu dan pengki. Mungkin pagi ini dia piket menyapu jalan depan rumah kos. Kebetulan aku juga, aku lupa. Aku harus segera ke bawah dan menanyakan pada Heni, alasan dia berteriak tadi malam. Siapa tahu aku bisa membantu menyelesaikan masalahnya.

End.

http://puteriamirillis.blogspot.com/p/daftar-isi.html

8 komentar:

Nunu mengatakan...

Kalau saya mata sembab udah enggak mau keluar kamar sampai sembuh sembabnya. Hehehe

Lidya Fitrian mengatakan...

terlalu banyak nangis ya jadi sembab

Beby mengatakan...

Baik ya si aku ini. Heheh..

Btw Mbak, pengki itu apaan ya?

puteriamirillis mengatakan...

Yg buat ngumpulin sampah abis disapu beib.

Enny Mamito mengatakan...

kl mata sembab aku tak berani keluar rumah mb..mending tidur lg.. lho lho.. :D

duniaely mengatakan...

Kepo mbak alasan Heni teriak apa ya?

Evi Sri Rezeki mengatakan...

Iya nih, jadi penasaran. Kenapa sih Heni teriak-teriak?

visnu mengatakan...

sebuah cerita yg penuh realita kehidupan, nyata tajam dan memiliki makna kehidupan