Pertemuan dengan makhluk menyeramkan itu. Lari, ya aku harus berlari
dengan sekuat tenaga. Huf, tenagaku habis terkapar dalam bayang-bayang
semu. Aku takut, aku sesak, aku ingin menumpahkan segala kekacauan dan
derita di jiwa ini.
"Hai kau manusia skizofrenia, kemari!", bentak si makhluk menyeramkan.
"Tidaaaak!!!! aku sehat, aku sembuh, aku bukan manusia skizofrenia itu", jawabku sekuat tenaga.
"Kau divonis! baru tadi pagi vonis itu menyerangmu. Hahahaha....", tegas si makhluk menyeramkan.
"Aku
bukan seperti yang kau kira. Aku hanya seorang normal yang sedang
sakit. Aku berusaha untuk sembuh. Namun jika bayangmu terus menggerogoti
otakku, bagaimana aku bisa normal kembali", kataku.
"Tak apa! tak perlu kau sembuh. Kau temanku, selamanya!", makhluk menyeramkan meyakinkanku.
Aku
bangun dengan badan sakit, hati sakit, jiwaku apalagi. “Benarkah aku
terkena skizofrenia? Ah, tidak mimpi semalam hanyalah halusinasiku
saja”, kataku.
Berhadapan dengan seorang penderita
skizofrenia membuatku menjadi sedikit gila. Mengapa mimpi itu begitu
nyata. Dadaku turun naik, napas memburu, tersengal, lelah.
Cinta,
benarkah cinta tak mengenal dimana hati itu berlabuh. Dimana ia harus
ditempatkan. Di hati yang sakit atau di hati yang sehat. Jika sudah
tumbuh maka ia menjelma. Bagai parasit hati yang menjalar dengan
cepatnya.
Telingaku terkagetkan dengan isak tangis tersedu suamiku.
“Tidak, tidak!”, katanya.
“Aku takut, aku takut!”, katanya lagi.
“Pergi kau dari hidupku”, lagi-lagi kata dia.
Aku
hanya berusaha memeluknya dengan perasaan sayang, aku berusaha rasa itu
sama seperti 4 tahun yang lalu. Kala kami bertemu untuk pertama
kalinya. Dikala ia masih bisa berpikir normal, ketika ia selalu
melimpahiku dengan kasih sayang yang luar biasa.
“Jangan takut sayangku. Ada aku!”, kataku berusaha menenangkan. Aku memeluknya.
Skizofrenia
paranoid, vonis kejam untuknya. Entah awalnya bagaimana, tetapi
skizofrenia itu mulai muncul ketika dia dirumahkan oleh perusahaan.
Stress tingkat tinggi melanda suamiku. Konsentrasinya melemah,
tingkahnya membuat rekan sekerja takut. Ia pernah menyalakan alarm
kebakaran dan semua panik. Akhirnya seperti parasit halusinasinya selalu
hadir dan penyakit itu bersarang pada tubuhnya.
Aku hanya
berpikir tentang cinta. Apakah aku harus pergi meninggalkannya.
Sedangkan hari-hari bersamanya adalah kenangan. Kenangan manis. Ketika
kami merasakan hangat cinta, ketika dunia serasa milik berdua, ketika
vonis itu belum datang. Skizofrenia, aku benci!
Beberapa hari ini mantan pacarku terus menghubungiku. Ia normal, ia hangat, ia mengagumkan. Namun....
“Aaa…iii…gio…tre…”, ucap suamiku, menceracau.
Aku memeluknya erat.
“aaaaa….peee…guud….”, katanya.
Tangisku menderas. Rasa yang hadir membuatku terenyuh.
Allahu akbar...Allaaaaahu Akbar!
Tiba-tiba pada tengah malam pekat ini dia adzan. Padahal isya telah lewat semenjak tadi.
Hatiku penuh isak, sebuah keputusan harus kutetapkan. Aku ingin pergi meninggalkannya. Perilakunya membuatku muak.
Namun tiba-tiba ia bernyanyi. Keras-keras.
"I will always love you, i will always stay true".
Dengan mimik aneh namun menyiratkan sesuatu kesungguhan. Kesungguhan di hati. This is our memory song!
Terlalu jika aku meninggalkannya.
Suamiku apapun keadaanmu, aku akan tetap di sisi mu. Aku mencintaimu. Apapun yang terjadi.
Aku kembali padamu.
Rumahku, itu kamu!
Senin, 13 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Other Post
- Nikmat Allah Yang Mana Lagi Yang Kau Dustakan
- Read Aloud Challange untuk Gen Alpha
- Beberes Barang
- Bismillah, Mulai Lagi Ah.
- (Bukan) Oh Mama Oh Papa
- Foto-Foto Bareng Dosen dan Teman-Teman Magister Hukum Kenegaraan UI
- Pemeriksaan Setempat
- Ternyata Cinta....
- Endorsement for Abi Sabila
- Pengalaman Pertama Ditugasi Mama Ke Pasar Tradisional
5 komentar:
~rumahku istanaku ... itu pasti!
~selalu bersatu, bersama menghadapi suka-duka itulah 'cinta yg diikat dlm 'akad-nikah... akhir postingan keputusan yg mantap... nicee :P
Se7 banget ... selalu seiyasekata dlm suka & derita.
Jangan, ada uang abang sayang tak uang abang ditendang ...hikss
Siapa tahu penyakit itu hanyalah ujian kesetiaan yang mungkin hanya sementara. Semoga penyakit itu nggak terus menggerogoti otaknya. Otak bisa sakit, tapi hati selalu kembali kepada kebenaran, cinta dan kasih sayang.
Cinta dalam suka dan duka ...bagus banget
Posting Komentar