Aku selalu tersenyum sendiri jika mengingat masa-masa SMU, terutama ketika kelas 1 SMU. Masa-masa labil dengan pencarian jati diri yang tak jelas. Saat itu Aku memiliki gank teman-teman perempuan berjumlah 6 orang termasuk Aku, selain itu Aku juga memiliki 1 orang sahabat dekat. Namanya juga anak 1 SMU yang merasa mulai gede maunya kemana-mana bareng, sepertinya dengan bersama-sama maka kekuatan kita bertambah. Pada masa ini Aku juga mulai mengenal pacaran, hanya sekitar 2 bulanan. Tapi sesungguhnya ketika Aku bermain dan jalan-jalan dengan teman-teman ada satu pertanyaan mendesakku “mau jadi apa Aku ketika dewasa nanti?”. Sebuah pertanyaan sulit yang semakin bertambah sulit karena diriku sedang labil saat itu.
Ada
cerita tersendiri mengapa Aku menjadi anak yang sedikit labil diantaranya
karena Mama dan Papa berpisah. Secara lahir mungkin Aku tidak bermasalah, Aku
tetap seorang remaja puteri yang ceria dan semangat menjalani hari dan itu
terjadi sejak 1 SMP hingga SMU. Namun masalah muncul ketika SMU. Saat itu Aku
mulai mengenal suka dengan lawan jenis, sudah mulai suka berpikir tentang masa
depan, sudah mulai berpikir tentang sebuah pernikahan, dll. Apakah wajar jika
seorang anak kelas 2 SMU sudah mulai memikirkan masalah pernikahan, yang
sebenarnya agak sedikit kutakuti. Aku berpikir saat itu tak seperti teman-teman
yang lain yang bisa dengan gembira punya teman dekat, punya pacar, punya mama
papa lengkap di rumah, dan punya kehidupan yang sepertinya wah. Lingkungan SMU
ku memang borju dengan anak-anak yang berasal dari keluarga gedongan membuatku
semakin tak percaya diri. Walaupun Aku punya teman gank tapi sepertinya mereka
hanya temanku ketika bersenang-senang saja, ya namanya juga anak belasan tahun
ketika itu yang seakan hidup adalah untuk bersenang-senang.
Saat itu
Aku mulai berpikir ulang tentang diri, tentang kehidupanku, tentang masa
depanku. Aku mulai mengalihkan diri dari pergaulan yang penuh dengan suasana
ceria dan senang-senang khas anak remaja menjadi pergaulan yang penuh dengan
suasana spiritual. Aku mulai menyadari bahwa Aku bukan mereka. Orang tuaku
bukan orang gedongan yang dengan mudah akan membiayai anaknya tanpa terlalu
kesulitan dan tak terlalu mengharapkan anaknya bisa mewujudkan impian-impian
mereka. Aku harus bangkit. Tak boleh lagi hidup hanya diisi dengan hal-hal
biasa. Kejadian ini juga dipicu oleh nilai-nilaiku yang turun pada caturwulan
ke dua saat Aku kelas 2 SMU. Aku lemas ketika itu dan berpikir apakah masa depanku
akan suram. Apakah keinginanku untuk dapat bekerja di salah satu instansi
pemerintah akan gagal.
Saat itu
yang ada di pikiranku adalah Aku harus melakukan perubahan. Entah mengapa saat
itu kesadaran spiritualku juga mulai tumbuh, Aku mulai menimbang-nimbang diri.
Apa yang sudah Aku lakukan selama ini. Aku tahu bahwa dunia ini hanya
sementara, tapi mengapa Aku seperti telah menyia-nyiakan kesempatan yang telah
diberikan Allah selama ini kepadaku. Aku mulai menyadari bahwa Aku mulai
melupakan Allah dalam hari-hariku, Sholat ku tak khusyuk hanya sekedar
menjalankan kewajiban saja. Aku malu dengan diriku sendiri. Dahulu Aku adalah
seorang juara di pengajian dan Aku sekolah di sekolah Islam, tapi mengapa saat
ini Aku malahan ga bisa mengamalkan apa saja yang Aku pelajari dahulu dalam
kehidupan nyata. Baik sisi spiritual maupun sisi intelektual. Aku hanyalah
seorang anak remaja yang jatuh pada kehidupan dan pergaulan yang sebenarnya
wajar saja tapi sungguh untuk saat itu aku merasa aku telah menyia-nyiakan kesempatan
yang ada selama ini.
Saat itu
satu yang akhirnya Aku pikirkan untuk sebuah perubahan, bermula dari semangat
spiritual yang mulai tumbuh, Aku ingin berjilbab. Sebuah langkah awal, Aku
hanya berpikir bahwa semangat itu harus dibantu dengan fisik kita. Merubah
baju-baju ku selama ini menjadi baju-baju yang lebih islami ditambah dengan
jilbab. Selain penampakan fisik, Aku juga merubah pola hidupku. Diantaranya
pola ibadah, pola belajar, pola pergaulan, dan pola hubungan dengan orangtua di
rumah. Aku berpikir untuk dapat meraih cita-citaku menjadi PNS. Aku harus
memiliki pola hidup yang baru. Harus mempunyai semangat baru dan jangan mudah
berputus asa. Jika selama ini Aku selalu khawatir dengan masa depanku yang
kira-kira akan seperti apa, kini Aku pun yakin dan bertekad bahwa bersama
kesulitan itu ada kemudahan, bahwa jika kita berusaha maka hasilnya serahkan
pada jalan Allah dan yakinlah Allah takkan menyia-nyiakan usaha kita. Hal itu
yang selalu Aku tanamkan pada pikiran dan hatiku.
Alhamdullillah
di kelas 3 SMU Aku mendapatkan lingkungan belajar yaitu kelas yang isinya
anak-anak yang rajin belajar, karena ketika di kelas 3 SMU sudah diadakan
pembagian IPA dan IPS. Aku kebagian kelas IPA (ya, secara umum anak IPA lebih
rajin belajar dari anak IPS di SMU ku saat itu). Hal ini tentu saja sangat
berpengaruh pada semangatku yang saat itu baru mulai tumbuh. Aku memang harus
mendapatkan lingkungan yang mendukung karena jika tidak maka dikhawatirkan
semangatku akan turun lagi.
Di kelas
3 SMU Aku berusaha senantiasa berada pada lingkungan yang baik itu. Aku
mengikuti dua bimbingan belajar dan mengikuti bimbel di sekolah, otomatis ada 3
bimbel yang aku ikuti saat itu. Sebagai pembelajar Aku memang seorang pelajar
dengan tipe visual dimana setiap pelajaran itu harus sering-sering Aku lihat
dan Aku baca serta Aku kerjakan soal-soalnya. Aku berusaha banyak-banyak
bertanya pada teman-teman yang pintar di kelas. Terus terang Aku memang lemah
di perhitungan tetapi Aku tak mau menyerah dengan kelemahanku. Justru kelemahanku
itu memicuku untuk selalu rajin belajar.
Di kelas
3 SMU itu Aku duduk sebangku dengan seorang teman yang sangat rajin sekali.
Namanya Vidya. Dia anak yang selain rajin juga disiplin. Sehingga hal itu turut
membantuku pula agar senantiasa berusaha meraih yang terbaik walaupun tak bisa
mencapai rangking di kelas karena yang lain saingannya berat-berat.
Hingga
tibalah saat-saat akhir itu. Saat kelulusan kami. Alhamdullillah nilai-nilai
ujianku cukup baik. Saat itu aku berpikir bahwa Aku akan mengikuti UMPTN agar
bisa masuk perguruan tinggi negeri. Aku ingin bisa kuliah dengan biaya yang
lebih murah. Aku ambil strategi dalam memilih jurusan kupilih IPC (ilmu
pengetahuan campuran) sehingga aku bisa mendaftarkan diri pada 3 jurusan baik
dari IPA maupun IPS. Saat itu Aku mendaftarkan diri pada jurusan Hukum UI,
Biologi UI, dan Sastra Prancis UNJ. Aku berharap dengan strategi itu peluangku
untuk mendapatkan universitas negeri semakin terbuka. Hal tersebut diputuskan
juga menimbang-nimbang kemampuanku dan pengenalanku tentang minatku sendiri.
Aku ingin menjadi PNS. Jika diterima pada jurusan hukum maka peluang untuk
bekerja di PNS akan terbuka lebar dimana pada setiap lowongan kerja PNS banyak
dibutuhkan Sarjana Hukum. Jika diterima pada jurusan biologi aku bisa melamar
PNS di instansi LIPI atau menjadi dosen. Jika diterima pada jurusan Sastra
Prancis maka aku bisa melamar PNS pada Departement Luar Negeri ataupun menjadi
dosen. Sebuah pilihan yang memang sudah dipikirkan sejak awal walaupun memang
Aku sendiri tak begitu menggebu dengan hal itu, Aku hanya berpikir ketika kita
menginginkan sesuatu maka ciptakanlah peluang-peluang yang mengarah pada
keinginan kita itu. Insya Allah jika peluang-peluang sudah terbuka maka
semangat diri untuk mencapainya akan semakin kuat, beda sekali jika peluangnya
saja sudah tak ada maka semangat kita pun akan menjadi menurun pula.
Sebenarnya
ada beberapa alasan mengapa Aku ingin menjadi PNS, diantaranya sebagai berikut:
- PNS itu memiliki kekuatan yang jelas, alias tak mudah dipecat dari instansinya kecuali jika kita membuat tindakan yang melanggar kedisiplinan;
- PNS memiliki waktu kerja yang tetap alias office hour tidak seperti di swasta yang terkadang diharuskan lembur dan jika tidak lembur maka siap-siap digantikan oleh orang lain. Keberadaan sebagai wanita yang mendasari alasan ini. Aku ingin tetap bekerja tapi juga tak mau kehilangan waktu-waktu bersama keluarga. Dengan adanya pola waktu yang tetap ini maka akan lebih mudah bagiku mengatur baik keluarga maupun pekerjaan;
- PNS tak mengharuskan seorang pegawai berpakaian yang wah dan tak mengharuskan berdandan lengkap;
Itulah
alasanku sebenarnya walaupun Aku sendiri tahu dan menyadari bahwa untuk melamar
menjadi PNS di instansi pemerintah tentu saja bukan hal yang mudah bahkan sulit
karena saat itu kabar yang tersiar adalah untuk menjadi PNS itu harus membayar
sejumlah uang dengan besaran sekitar puluhan juta rupiah atau harus memiliki
koneksi dengan pejabat pada instansi tersebut jika tidak maka siap-siap saja
ditolak. Namun dalam hati Aku bertekad jika memang sudah rejeki ku untuk berada
di suatu instansi pemerintahan maka tak ada sesuatu pun yang akan mampu
menyurutkannya. Karena Allah maha kuasa akan segala sesuatu.
Alhamdullillah
ketika UMPTN Aku lulus masuk Fakultas Hukum UI. Sujud syukur seketika Aku
setelah membaca pengumuman di Koran pagi itu. Aku merasa saat itu sepertinya
peluang itu semakin terbuka lebar walaupun Aku sadar bahwa perjuangan di dunia
perkuliahan akan semakin menantang. Aku diterima pada jurusan Hukum yang
notabene adalah jurusan IPS. Selama ini Aku belajar pada jurusan IPA. Antara
ilmu alam dengan ilmu social tentu saja berbeda. Pada ilmu alam kita menjelskan
sesuatu hal yang pasti-pasti saja sedangkan pada ilmu social maka tidak ada
yang pasti setiap teori tentu saja ada baik buruknya. Dan terus terang ketika
itu Aku kewalahan dalam memahami dasar-dasar ilmu hukum. Aku masih belum bisa
memisahkan pemahaman di ilmu alam dengan ilmu social. Aku tak mampu menjabarkan
penjelasan dengan panjang lebar dan lengkap. Selama ini kan pada ilmu alam kita
hanya mengerjakan soal hitungan atau jawaban yang pasti. Sedangkan pada ilmu
social khususnya ilmu hukum pengertian yang kita jabarkanlah yang dinilai dan
itu sungguh-sungguh perjuangan yang berat bagiku. IP pertamaku rendah sekali. Rasanya
saat itu minder sekali, apalagi jika melihat teman-teman yang IP nya bagus
diatas 3. Namun Aku bertekad takkan menyerah walaupun tantangannya akan
panjang, ya membiasakan sebuah ilmu baru di dalam diri kita sangat tidak mudah
dan perlu adaptasi yang panjang. Aku juga berusaha belajar dari teman-teman
tapi memang ilmu itu haruslah kita biasakan dengan banyak membaca dan bertanya.
Keinginanku
untuk menjadi PNS semakin menguat ketika kuliah, entah mengapa. Sementara
teman-teman yang lain lebih memilih untuk bisa kerja di Lawfirm sebagai pengacara,
aku justru tetap dengan pilihan semula menjadi PNS. Ada juga saat-saat
keinginanku itu melemah, yaitu pada saat aku tergoda untuk menjadi ibu rumah
tangga saja. Tapi ternyata keinginanku untuk menjadi PNS mampu mendobrak
keinginan menjadi ibu rumah tangga dengan alasan yang kuat bahwa Aku ingin
bekerja untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah.
Ketika
jaman kuliah Aku belum memiliki computer pribadi sehingga jika akan mengetik
tugas Aku harus merental computer atau meminjam computer milik Saudara.
Begitupun dengan buku-buku yang tak semuanya bisa kubeli hingga harus meminjam
kepunyaan kakak kelas. Setiap semester pun Aku berusaha untuk mendapatkan
keringanan dari kampus dengan mengajukan keringanan. Semua itu kulakukan demi
sebuah cita-cita untuk lulus kuliah dan menjadi PNS. Pada masa kuliah
keinginanku untuk menjadi PNS pun diperkuat dengan keinginan merubah system
yang sudah bobrok dengan korupsinya tapi dengan cara aku harus masuk ke
dalamnya dan menjadi agen-agen perubahan yang menolak tradisi korupsi yang
turun – menurun. Mungkin itu terlalu mengada-ada tapi setidaknya dimulai dari
diri sendiri.
Hingga
saat-saat yang ditunggu pun tiba. Pada tahun 2005. Saat-saat akhir Aku berada
di kampus ini. Saat Aku mengerjakan skripsi, mengejar-ngejar keberadaan dosen
hingga akhirnya lulus siding skripsi dan jadilah aku diwisuda, alhamdullillah. Dan
“Welcome to the jungle”.
Ya
inilah saatnya, saat Aku berada pada perjuangan yang sebenarnya. Saat-saat
melamar pada instansi pemerintahan yang kutahu rasanya saat itu peluangku
sedikit sekali. IPK ku hanya 2,78 ketika itu. Ya, pada akhirnya IPK ku hanya
segitu. Sebuah hasil yang biasa-biasa aja bukan? Bayangkan rata-rata lamaran
PNS itu mencantumkan syarat IPK minimal 3,00. Terus terang Aku udah pasrah
ketika itu. Ya, mungkin nasib memang bukan di PNS. Pikirku ketika itu. Hingga
aku pun bekerja di kantor notaris ketika itu, hanya sebuah kantor notaries
kecil dan hanya menggantikan teman yang cuti melahirkan pula. Tapi sempat pula
ada lowongan saat itu di Bapenas yang mensyaratkan IPK 2,75 namun ternyata aku
hanya bisa lolos sampai tahap wawancara saja.
Akhirnya
aku pun menikah pada tahun 2006. Saat itu dalam pikiranku sudahlah aku ga mau
ngoyo, sudahlah jadi ibu rumah tangga saja. Hingga akhirnya ketika aku sedang
hamil 6 bulan Suamiku memberikan pengumuman lowongan kerja di BPK RI. Saat itu IPK
ku masuk syarat minimal diterima dan saat itu membolehkan wanita yang sudah
menikah untuk melamar. Aku pun melamar di BPK RI. Alhamdullillah dari proses
pelamaran saat itu rejeki berpihak padaku, Allah memberikan rahmatnya, Aku
lulus masuk BPK RI pada saat aku hamil 8 bulan. Alhamdullillah.
Itulah salah satu sebab juga kenapa aku tetap bekerja saat ini, semua memang sudah lama dipikirkan dan aku bekerja bukan karena sekedar ingin aktualisasi diri tapi lebih dari itu ini pencapaian yang telah diproses sejak lama dan aku tak mau menyia-nyiakannya begitu saja. Jadi impianku saat ini tentu saja menjalani hidup dengan sebaik-baiknya saja dengan keluarga sebagai prioritas utama :)
Udah ah...sekian cerita emosional hari ini...
Wassalam
Baca juga daftar isi
6 komentar:
jadi lulus kuliah tahun 2005 ya kak.
Sama kayak ane dong, tapi lulus stm hahaha
perjalanan untuk menjadi pns lumayan berat juga ya. Syaratnya harus s1 lagi. ada nggak sih kak pns lulusan stm atau setingkat sma gitu???
Ah sama kayak saya, sempat ikut tes BPK dua kali..bedanya saya gatot dan sampai skrg jadi pengacara, alias pengangguran banyak acara...hehehe
Selamat ya mba.. Cita-citanya tercapai.
Saya lulus PNS tahun 2011.. Saat-saat umur udah batas akhir penerimaan.. :)
aduuuh saya kepengen jadi PNS, hihi...
ah sennagnya yaaa, waktu hamil ikutan prajab. appa saya harus nikah dan hamil dulu kayak mbaknya yaaa? :p
makasih, udah terdaftar ^^
aduuuh saya kepengen jadi PNS, hihi...
ah sennagnya yaaa, waktu hamil ikutan prajab. appa saya harus nikah dan hamil dulu kayak mbaknya yaaa? :p
makasih, udah terdaftar ^^
aku juga pengen kalo jadi PNS... moga moga aja bisa Amiin...
Posting Komentar