Menikmati Taman Monas, sendirian.
Kicau burung menemani dengan sayup-sayupnya yang merdu.
Di sini memang tak ada
siapa-siapa tapi hati ini merasakan ramai.
Pagi itu
adalah pagi indah bagi Ami. Matahari bersinar cerah. Ami mengambil cuti dua
hari, ia ingin menikmati Taman Monas sendiri
saja pada hari pertama. Pada hari kedua
ia akan rekreasi ke Pantai Ancol dengan anak-anak. Saat ini anak-anak sedang
sekolah dan pulang dijemput oleh Jida, ibu Ami. Sedangkan suaminya bekerja
seperti hari-hari biasa.
Ami
berpikir ia membutuhkan saat-saat sendiri seperti ini. Kesibukannya sebagai ibu
bekerja telah menguras waktunya. Pergi bekerja di pagi hari dan pulang bekerja
pada sore harinya, begitu setiap hari. Ami adalah seorang wanita yang tak mudah
menyerah sebenarnya namun ada saatnya ia membutuhkan waktu istirahat, waktu
untuk dirinya sendiri, satu hari saja. Ia ingin sekedar mengistirahatkan
sejenak diri dan pikirannya dari aktivitas sehari-hari, pun aktivitas dengan
anak-anaknya. Bukan ia tak sayang dengan anak-anak tetapi ini penting untuk
memompa kembali semangat dalam dirinya.
Ami
tenggelam dalam keasyikannya, ia sedang menulis, entah apa yang ditulisnya. Ia
merasakan sebuah kenyamanan dengan menulis, nyaman di hati dan nyaman di
pikirannya. Selain menulis ia pun sedang membaca buku berbahasa Inggris. Ia sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti
ujian Toefl. Selain Toefl Ami juga sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti
ujian TPA. Buku TPA dan buku Toefl telah
menemani hari-harinya. Ia tak mau gagal lagi. Ya, kegagalan telah beberapa kali
ia terima. Setiap tes TPA dan Toefl ia memang tak pernah serius mempersiapkan
diri. Persiapan yang dilakukan hanya sekedar meminjam buku Toefl dan TPA milik
temannya lalu mempelajarinya dalam waktu satu minggu. Sebagai seorang yang
terbiasa teratur tentu saja ujian tanpa persiapan yang serius sebenarnya tabu
bagi Ami. Rasa tidak percaya diri lebih cepat hinggap dalam dirinya. Sehingga
ketika mengerjakan soal ujian tidak maksimal mencurahkan segala kemampuannya.
Ia ingin meraih skor Toefl dan TPA sesuai persyaratan beasiswa S2.
“Ibu mau
pesan mie dalam cup?”, tiba-tiba seorang anak usia SMA mengampiri.
“Kebetulan
dik, saya lapar. Saya mau satu cup saja”
“Ibu
sendirian di sini?, sepi Monas pada hari kerja”
“Iya dik,
saya sendiri. Ingin belajar di sini”
“Wah,
ibu hebat, masih mau belajar”
“Ya
tentu dik, kamu sendiri tidak sekolah dik?”
“Saya
sekolah siang bu, ini mie yang ibu pesan”, kata si adik sambil menyerahkan mie
dalam cup yang sudah disiram air panas.
“Saya
bekerja jualan mie instan hanya pada pagi hari”, lanjut si adik.
“Mengapa
kamu jualan mie di Monas pada hari kerja?”
“Sebenarnya
saya mau ke stasiun gambir bu, tapi saya harus mengantarkan peyek pesanan ibu
Prita, penjaga karcis untuk naik ke puncak Monas bu”
“Oh,
begitu, hebat kamu dik”
“Iya bu,
saya harus bekerja demi cita-cita saya. Saya harus tamat SMA. Dengan berjualan
maka saya menambah penghasilan keluarga. Untuk biaya sekolah”.
“Iya
dik, kita memang harus berusaha keras agar mampu menggapai cita-cita. Tak ada
hasil maksimal yang dicapai jika tak berusaha keras”, kata Ami sambil
menyuapkan mie ke mulutnya.
“Dulu
saya juga seperti adik, jualan kue keliling kampung sebelum berangkat sekolah.
Saya melakoninya dari SD hingga SMA. Alhamdullillah dik, ada seorang ibu yang
berbaik hati membayar uang kuliah saya”, lanjut Ami.
“Wah,
kita sama ya bu”, kata si Adik.
Ami
mengangguk.
“Berapa mie ini harus saya bayar dik?”, tanya
Ami sambil mengelap mulut dengan tisu.
“Saya
sudah mendapatkan inspirasi dari ibu agar tetap semangat dalam menggapai
cita-cita, ibu tidak perlu membayar mie”, kata si Adik.
“Eh,
jangan”, kata Ami.
“Tidak
apa-apa bu, saya permisi, saya berangkat sekarang”, kata si Adik sambil
berlalu.
“Dik…dik”,
panggil Ami.
Si Adik menoleh,
“Ada apa bu?”
“Saya
mau memberikan kejutan dan hadiah untuk kamu”, kata Ami.
“Hadiah?
Kejutan?”, tanya si Adik.
“Iya,
saya punya rencana besar”, kata Ami.
“Apa itu
bu?”, tanya si Adik.
“Saya
senang dengan kejujuran dan semangatmu, kamu pun telah menginspirasi saya. Saya
ingin kamu menerima pemberian saya. Kamu mengingatkan saya pada diri saya sendiri.
Untuk itu saya akan menyekolahkan adik hingga lulus kuliah, bagaimana?, kata
Ami dengan senyum sumringah.
“Benar
dik, jangan kuatir ya dik, saya akan membantumu menggapai segala cita-citamu”,
kata Ami sambil tersenyum.
Si Adik
menangis bahagia dalam pelukan Ami di tengah-tengah Taman Monas. Ami pun merasakan
kebahagiaan dan ia tahu setelah ini semangatnya akan membara menggapai
cita-cita meraih beasiswa S2. Ami berucap amin.
http://puteriamirillis.blogspot.com/p/daftar-isi.html
13 komentar:
aku belum pernah jalan2 ke taman sendirian mbak
kirain mau ikut upacara yang dipimpin ama jokowi :D
sebuah inspirasi yang saling mendukung demi sebuah pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa ya..
Sama mbak, saya dulu di SMD juga jualan keliling, tapi jualan kue-kue buat sarapan, kalo disini dibilang Untuk-untuk, Sanggar banyu dan yang lainnya. Itu merupakan harapan buat saya dan kakak saya untuk tetap dapat bersekolah. Alhamdulillah sampai akhirnya bisa hingga ke perguruan tinggi.
Salam hangat hangat dari Balikpapan.
Budi Mulyono
Ahamdulillah .. ending yang bahagia. Mudah2an banyak yang baik hati seperti ini. Btw maaf lahir batin ya mbak. Maaf baru ke mari
ikut mengamini aminnnn
aq sering jalan2 sendiri #kayaanakilang
rasanya pengen ketemu si adik itu, memborong semua peyeknya :D
Alhamdullillah emak kinan dan keluarga baik mbak pu * aku jawab pertanyaan di koment blogku disini yah...
MInal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin dari mama kinan dan keluarga untuk mbak pu dan keluarga..:)
wah monas..kapan terakhir aku kesana yah..maret 2008 kayaknya sebelum menikah...
Saya senang jalan2 di Monas pas Minggu pagi :)
aamiin
selamat hari raya idul fitri. Minal aidin wal faizin :)
Belum pernah ke Monas. Kapan-kapan pengen banget ajak anak-anak ke monas
mengharu biru :)
@Lidya - Mama Cal-Vinaku pernah mbak :)
semua harus diniatkan untuk Allaah
Posting Komentar