"Ah, apaan no,no,no!" Vina menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Sejak kapan lo ga percaya Tuhan?"tanya Riri.
"Ga peduli gue, yang jelas gue merasa Tuhan tidak ada untuk gue di saat gue butuh."
"Tapi apa lo tau sampai kapan hidup lo berjalan dan hendak kemana lo menuju?"
"Gue tahu diri gue sendiri Ri, dan gue tahu kemana gue menuju."
"Lo percaya takdir? Lo percaya bahwa sesungguhnya takdir manusia itu sudah ada dan kita tinggal berjalan menuju takdir itu. Dan semua tentunya diatur oleh Tuhan. Dia yang maha kuasa atas diri kita."
Senyap sejenak. Lalu lintas Jakarta masih terlihat ramai, bahkan jalanan padat merayap. Mereka berada di sebuah cafe di mal kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Lampu-lampu menyala dengan cantik dan menambah pesona kota Jakarta kala malam tiba.
"Gue merasa Tuhan terlalu mengatur hidup manusia. Manusia punya hak seharusnya atas hidupnya sendiri. Its our life! Lo tau, mau sampai kapan kita berjalan dalam segala tetek bengek aturan yang sebenarnya tak ingin kita jalankan, bahkan menentukan arah dan jalan pikiran kita saja sudah ditentukan oleh Tuhan."
"Gue sendiri merasa ya Vin, hidup kita itu memang membutuhkan aturan dari Tuhan. Gue pernah terjebak dalam situasi dimana gue terkungkung dalam egosentris gue dan akhirnya gue sendiri yang melemah dan membutuhkan aturan-aturan dari Tuhan dimana gue bisa mengarahkan hidup gue."
"Ah, elo aja terlalu takut dalam menghadapi hidup lo sendiri, elo yang ga berani menentukan sikap lo sendiri."
"Gue merasa ini titik gue untuk sadar. Kemarin-kemarin gue salah, gue ga ikutin ketentuan dari Tuhan. Dan di titik ini gue harap elo ga perlu ganggu gue lagi. Gue mau berubah."
"Kalau suatu saat elo menyadari kesalahan elo jangan harap gue akan menerima lo kembali! Ingat itu Ri!"
"Ok, selamat tinggal Vin."
Handphone Riri berbunyi. Ia mengangkat teleponnya dan menjawab sapaan di seberang sana. Semenit kemudian Riri menyudahi pembicaraan dengan si penelepon. Riri memakai jaket kulitnya lalu memakai tas ransel cantik di punggung.
"Gue balik duluan! Adi sudah menunggu di luar. Gue masih berharap lo bisa berubah Vin. Tuhan itu ada!"
Dalam pikirannya Vina bersumpah serapah. "Shiit, Adi telah mengambil Riri dari pelukan gue."
ATEIS. "Tuhan itu imajinasi!" katanya berapi-api. Dalam hati, ia menangis, ada rasa cinta yang tak berbalas di sana.
Dibuat untuk MFF
359 kata
http://puteriamirillis.blogspot.com/p/daftar-isi.html
Rabu, 05 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Other Post
- Nikmat Allah Yang Mana Lagi Yang Kau Dustakan
- Read Aloud Challange untuk Gen Alpha
- Beberes Barang
- Bismillah, Mulai Lagi Ah.
- (Bukan) Oh Mama Oh Papa
- Foto-Foto Bareng Dosen dan Teman-Teman Magister Hukum Kenegaraan UI
- Pemeriksaan Setempat
- Ternyata Cinta....
- Endorsement for Abi Sabila
- Pengalaman Pertama Ditugasi Mama Ke Pasar Tradisional
19 komentar:
Hah? Lesbi kah si Vina? :o
@Beby Rischka ho..oh
hmmmm Keren....
Vin kapan bisa berhenti merokok, xixix
@Respoeblika Vin masih menyukai rokok, pengganti riri katanya.
ayo jauhi rokok :)
wah.... keren, kak. (y)
wadewww .... cewek suka cewek ya ? :)
Iya, ga baik u kesehatan ya mbak.
@fitrina akeda makasih ya fit.
@duniaely iya kak eli :)
waduh.... suka dengan sesama :D
@jampang iya, sesama jenis...
naudzubillah... suka sesama nih ? :(
@obat asma iya nih...
tadi awalnya ngira vina sama riri ini ngobrol via chat gituu
kenapa sih dia nggak percaya tuhan?
Gitu ya...hihi.
@attarsandhismind karena dia ga suka aturan dari Tuhan,Attar.
nice...
menurutku ga perlu pembedaan huruf (italic) dalam percakapan, karena toh ini percakapan nyata antara dua orang dalam satu tempat dan waktu.
Posting Komentar