Pagi itu cerah, jarum jam masih menunjukkan 05.45 WIB. Aku sedang rapi-rapi hendak pergi ke kantor. Umar yang baru saja bangun mengucek-ngucek matanya seraya bertanya,
"Ummi...Ummi mau pergi ke kantor yaa...?", tanya Umar pagi itu.
"Iya sayang, ummi pergi ke kantor dulu ya...", kataku.
"Ummi nanti ummi pulang lagi ya...", kata Umar lagi.
"Iya sayang...", kataku.
"Kalau ummi kerja sore sudah pulang, kalau ummi umroh lama pulangnya...", kata Umar.
Ya, sehabis pulang umroh beberapa saat yang lalu Umar sering mengatakan itu. Bahwa kalau Ummi kerja maka malam sudah pulang, sedangkan apabila Ummi umroh sampai 10 hari belum pulang.
Itulah yang dulu kualami, tahap-tahap yang sulit membuat anak memahami arti kita bekerja. Dulu sampai usia 3 tahun seringkali Umar masih belum rela jika kutinggal pergi, tidak setiap hari ia menangis tapi ada saat-saat dia membutuhkan aku ada di sampingnya. Dilema ibu bekerja kalau kata sebagian orang, tapi kalau aku tak mau menyebutnya dilema. Aku mempunyai cara tersendiri bagaimana mendidik anak, ini soal bagaimana membuat mereka mandiri. Bagaimana membuat mereka tetap merasa full walaupun dalam beberapa jam kita tak berada di sisinya.
Bahasa cinta? apa itu...kalau aku sendiri menganggap bahasa cinta itu adalah seluruh gerak, ucapan, perbuatan yang memberi kimia cinta di dalamnya. Ia adalah bahasa universal yang membuat manusia merasakan nyaman. Bahasa lembut, penuh kasih dan ada resonansi perasaan terdalam.
Begitulah Umar ke aku Umminya, Umar kurasakan memiliki sejuta bahasa cinta untukku. Bahkan rengekannya ketika aku ke kantor pun kusambut sebagai bahasa cintanya. Bahasa cinta bahwa dia membutuhkan kehadiranku, bahwa ia lebih membutuhkanku dibanding asisten rumah tangga. Seberapa banyak seorang anak lebih merasa nyaman berada disamping asisten rumah tangga dibanding ibunya sendiri, nightmare!!!
Sebenarnya bagaimana cara kita mendidik anak adalah cara kita pribadi dengan si anak. Hubungan pribadi yang sangat pribadi antara dua manusia. Bahkan caraku menyayangi Azkiya dan caraku menyayangi Umar sepersekian ada perbedaan, ini karena dua anak itu berbeda. Jadi aku pun memutuskan harus ada perbedaan, walaupun kadar cintanya harus sama 100 %. Adalah Umar yang lebih melankolis daripada Azkiya, hal ini membuat jika aku berbicara dengan Umar beda, bagaimana perbedaannya hanya bisa dirasakan sendiri ...:D
Satu hal yang kadang membuat resah adalah bagaimana Umar ke depan, bagaimana membuatnya menjadi pribadi yang baik. Mandiri, sehat lahir batin, dan bisa mengamalkan ilmu yang dia telah peroleh sekecil apapun ilmu itu. Aku tak mengharapkan muluk-muluk ia menjadi ini dan itu, yang utama adalah sikap yang baik. Dan cita-cita itu justru kurasakan sebagai ancaman apabila Umar suatu saat menunjukkan sikap tak baik, dan di saat aku sudah lelah aku pun diam. Di saat-saat diam itulah Umar dengan serta merta menanyakanku kenapa aku diam, sekali, dua kali, tiga kali...akhirnya justru dia menangis jika aku tetap diam.
"Ummi-ummi, jangan diam aja. Maafin Umar ya..yaa...", rengek Umar.
Sebuah rengekan yang membuatku tak kuasa, akhirnya aku pun tersenyum padanya. Setidaknya aku tidak mengomel, tapi kalo lagi mood aku juga bisa marah dengan nada alias bicara dengan Umar, mengomel...*emak-emak monster keluar dari sarangnya...
Waktu Umar pertama kali masuk TK aku mengantarnya. Luar biasa dia tak mau mengikuti pelajaran, bahkan kertas yang disodorkan gurunya pun dia remas-remas. Teman-temannya bingung, gurunya apalagi...walhasil jadilah seharian itu ia memulai sekolah dengan kacau. Hingga di waktu sekolah berikutnya aku tak bisa mengantarkan Umar sekolah lagi (setelah sebelumnya kuberi wejangan padanya, kalau ia tak baik bersikap seperti hari pertama sekolah) ia diantar oleh ibuku, daaannn Umar pun bersekolah dengan baik, sudah memiliki teman. Ibu guru pun mengatakan, "Ummi, Umar kemarin tidak diantar Ummi jadi anak mandiri deh,,,bahkan ditinggal neneknya di sekolah mau saja...", kata gurunya. Ya seringkali memang anak itu jika diantar ibu bapaknya justru manja, dan tidak mandiri. Tapi ini kasus Umar, untuk yang lain belum tentu ya. Mendidik anak kasus per kasus.
Begitulah ..hanya itu yang bisa aku sampaikan ya...semoga bisa diambil manfaatnya...
Nb. Cerita Ini Diikutsertakan Dalam Kontes Bahasa Cinta di Atap Biru
Rabu, 27 Juli 2011
Bahasa Cinta Umar dan Aku
Label:
anak,
arundati,
bahasa cinta,
emak-emak,
Guru,
ibu bekerja,
Mendidik anak,
TK,
Umar,
Ummi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Other Post
- Nikmat Allah Yang Mana Lagi Yang Kau Dustakan
- Read Aloud Challange untuk Gen Alpha
- (Bukan) Oh Mama Oh Papa
- Beberes Barang
- Bismillah, Mulai Lagi Ah.
- Pemeriksaan Setempat
- Endorsement for Abi Sabila
- Serunya Main Sama Hewan di Dancow 4D Augmented Reality
- Gunung Gamalama Ternate Meletus Vs. Teman Seperjuangan di Ternate
- Ternyata Cinta....
8 komentar:
Sukses untuk lombanya ya Put
wah memang beda ya cara mendidik dan menyayangi anak , ngak bisa disamain :)
Ah keren...bahasa cinta yg indah... gudlak ya Put.
Eh, tapi linknya ga bisa dibuka Put..:(
@Orin:masa teh..bisa ah...
loh kontes lagi nih mbak? :)
kayanya waktu KB umar nurut deh mbak dikelasnya sama Bu Fitria
bahasa cinta yang menyentuh, sukses ya mbak untuk ngontesnya.......izin follow..
bagus
Artikel menarik dan blog yang sangat edukatif plus bermanfaat..pokoknya T O P deh...
Saya Kak Zepe…Salam Kenal…
Saya juga punya tisp pendidikan kreatif…
banyak lagu anak yang bisa dipakai untuk gerak
dan lagu..dan masih banyak lagu anak-anak lainnya..
Lagu2 saya sudah banyak dpakai di TK dan PAUD seluruh Indonesia..pokoknya segala sesuatu tentang anak ada di blog saya..
Mari berkunjung di blog saya
Di http://lagu2anak.blogspot.com
Kalau mau bertukar link, silakan lho…
Posting Komentar