Sewaktu saya ngepost fiksi Genggaman Tanganmu dengan cara bercerita dari dua sudut pandang, ternyata banyak juga yang pengennya cerita itu dibuat dengan versi satu sudut pandang saja. Saya coba ya membuatnya :) Lumayan untuk latihan. Saya lagi memompa semangat saya untuk ngefiksi lagi nih, yaitu dengan cara latihan-latihan-latihan. Itu yang bisa dilakukan untuk bisa membuat fiksi yang baik selain yah tentu saja membaca fiksi itu sendiri dan tentu saja lagi mempelajari segala pritilan terkait kepenulisan. Semoga menghibur yah temans :)
***
Hup,
kuletakkan bokongku di kursi pesawat. Sekian lama aku menghindari tugas
yang mengharuskan aku ke suatu tempat dengan pesawat terbang, tapi kali
ini aku tak bisa. Dan untuk tugas ini aku harus berangkat sendiri. Huh,
si Roy mendadak harus terbang ke kota lain, padahal sebelumnya Roy
diberangkatkan bersamaku.Aku sedang mencari-cari safety belt, yang sedikit kududuki, dengan tanganku meraih-raihnya dan tiba-tiba kamu datang.
"Permisi," katamu.
"Silakan," kataku.
Dan kamu pun duduk di kursi sebelahku. Kamu menarik napasmu kemudian menghembuskanya.
Kamu mencari-cari safety belt. Ah, mengapa sama denganku tadi. Safety belt itu memang mudah untuk terselip di dudukan. Aku memperhatikan kamu, entah mengapa. Kamu sepertinya gelisah. Kamu terlihat kebingungan. Aku memilih diam saja. Kupejamkan mataku. Tidur.
Kamu menyenggol bahuku. Kubuka mataku.
"Sudah mau take-off ya?"tanyaku.
"Iya, maaf ya tadi kesenggol,"katamu.
"Tuh, sudah terdengar suara pilot. Pesawat ini akan segera take off,"kataku.
"Iya,"katamu.
Dan tak kuduga tanganmu menggenggam tanganku. Erat. Aku merasa lega. Aku sudah khawatir dari tadi dan tak tahu harus berbuat apa. Tapi genggamanmu menenangkan. Genggamanmu memberi aku kekuatan. Genggamanmu...
Dan ketika pesawat akhirnya take-off, aku tak percaya. Ini semua bisa kujalani. Genggamanmu, sedetik, dua detik...tiga menit. Tak kusangka kamu tak melepaskan genggamanmu. "Ini aneh," pikirku.
Aku memilih tidur kembali. Tanganmu tetap tak melepas tanganku dari genggamanmu.
Aku terbangun saat pesawat akan mendarat. Kamu membangunkanku. Kamu mencolek bahuku. Tentu dengan tanganmu yang satu lagi.
"Hai, sudah mau landing," katamu.
Ketika kaki pesawat akhirnya menginjak bumi, aku merasa lega. Syukurlah. Aku melepaskan genggaman, kamu pun spontan melepaskan juga. Perasaanku lega sekali.
"Terimakasih ya,"katamu.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Untuk genggamanmu, aku menderita phobia terbang. Sehingga aku senang kamu terus menggenggam tanganku selama penerbangan tadi. Maaf sudah mengganggumu," katamu.
"Tidak apa, aku juga menderita penyakit yang sama,"kataku.
"Aku turun duluan ya, aku mau ke toilet dahulu, tunggu aku di pintu keluar ya,"pintanya.
http://puteriamirillis.blogspot.com/p/daftar-isi.html
16 komentar:
jadi lbh ringan menghadapi masalah dgn ornag yg punya problem serupa ya mbak :)
Haduuuh kok pada pinter bikin cerpen sih ya? Ajari dong :)
Salam kenal... kangen menulis deh jadinya :)))
Bagus :)
Mbak Put.. Aku agak ngga ngeh nih. Kenapa ceweknya yang nanya uda take off, tapi akhirnya ngomong sendiri kalo dia denger suara pilot dan pesawat akan segera take off?
aku cuma bisa baca aja mbak
saya gak pernah mampu bikin fiksi yang bagus heheheh
@duniaely iya mbak :)
@Lusi Waduh saya juga masih belajar mbak :)
@Memez ayo mbak nulis lagi...
@Yeye hihi..makasih ye...
@Beby Rischka jadi yang nanya emang si cewe, trus dijawab iya sama si cowo, tp akhirnya si cewe denger sendiri juga, yah gitu deh,,hehe,,,
@Lidya - Mama Cal-Vin makasih ya mbak lidya :)
@rhey bond sama2 belajar yuks...
Kesannya lebih kalem ceritanya mba Pu. Lebih seneng yang kemaren sayah. Hahahaha.
Iya,sy jga kaget. Diubah cuma di sudut pandang dari 2 ke 1 sudut pandang genrenya langsung berubah ya,,,wkwkwk
Posting Komentar