Selasa, 27 September 2011

Sofia dan Tukang Nasi Goreng


Langkah kakinya terus berjalan menyusuri waktu di malam yang turun hujan. Gerimis membuat wajahnya basah oleh air, apalagi ketika ia menengadah ke udara. Sofia, nama gadis itu. Jilbab merah muda mempermanis raut wajah yang basah oleh rinai hujan. Aku sendiri tak tahu mengapa ia tampak seperti orang yang kebingungan. Ada apakah??


Aku terus mengikuti langkahnya yang tak kalah oleh deras hujan. Hendak kemanakah? Tak kutahu dengan pasti…Ya aku hanyalah seorang kakek penjual nasi goring di pinggir jalan ini. Setiap malam aku selalu berjualan disini. Biasanya malam kemarin pelangganku selalu ramai, termasuk gadis itu, tapi entahlah malam ini sepertinya mereka mencari menu lain untuk makan malam. Padahal aku sudah memperkirakan jika mereka mau membeli nasi goring atau mi rebus ku malam ini, besok aku akan pergi dengan emak ke pasar. Sudah lama emak ingin membeli kain batik, kain batik lamanya sudah lusuh katanya. Emak, maafkan aku karena sepertinya rejeki belum berpihak pada kita malam ini. Mudah-mudahan di hari berikutnya.

Tapi Sofia…gadis itu melangkah di jalan itu, biasanya Sofia segera berjalan kemari, hampir setiap malam. Malam kemarin dia tidak membeli nasi goreng buatanku, harusnya malam ini dia membelinya. Mengapa malam ini pun sepertinya dia tak bergegas melangkah ke gerobakku ini.  

Namun ternyata Sofia berbalik arah, dan tampaknya ia menuju ke gerobak ini. Cipratan air hujan di rok tak terlalu ia hiraukan. Ia berjalan kemari, semakin dekat dan…

”Nasi gorengnya satu pak…”, ujar Sofia.
“Wah nak Sofia, siap dibuatkan nak…”, balas saya.

Sambil meramu nasi goreng untuk Sofia, saya pun menanyakan beberapa hal padanya.

”Ada apa nak kok tadi tampak bingung di ujung jalan sana...”, tanya saya.

”Iya pak...saya bingung teman sekamar saya sudah dua hari ini tidak pulang. Kemarin terakhir kali pamit dengan saya katanya mau pergi dengan pacarnya. Entah kemana pak. Saya kuatir terjadi apa-apa padanya. Hp nya dihubungi tidak berbalas, mungkin sudah mati baterainya”,jawab Sofia dengan muka kuatir.

”Iya nak, saya juga kuatir kalau melihat pergaulan anak remaja sekarang. Pacaran sampai berdua-duaan begitu. Waktu Bapak ke Ragunan dengan Emak pun melihat para pemuda pemudi berdua-duaan di pojokan. Bapak risih melihatnya nak”, jawab saya.

”Itulah pak, teman sekamar saya itu sudah berkali-kali saya kasih tahu agar menghindari pacaranya itu, karena pacarnya itu memang sudah terkenal play boy. Tapi sepertinya dia sudah cinta sekali dengan pacarnya itu. Sehingga nasihat saya pun tak dihiraukan. Hujan-hujan seperti ini, kemana mereka pergi”, kata Sofia kuatir.

Nasi Goreng buatan saya pun selesai dan saya suguhkan kepada nak Sofia yang sedang bingung.
”Ayo nak, dimakan dulu nasi gorengnya. Kalau tidak makan nanti nak Sofia sakit. Apalagi hujan begini udara dingin, harus jaga kesehatan”, kata saya.

”Iya pak”, kata Sofia, sambil makan dengan lahapnya.

Saya memperhatikan dari jauh nak Sofia. Di kampung cucu saya juga seumur dengan nak Sofia 19 tahun. Tapi cucu saya sudah menikah, maklumlah di kampung menikah muda sudah biasa. Lain dengan di kota yang lebih memilih untuk melanjutkan kuliah selepas SMU. Kota kan lebih maju dan keuangannya juga lebih baik. Cuma ya itu, mereka kuliah tapi juga sekaligus pacaran. Pacarannya luar biasa, sudah seperti layaknya suami istri saja. Ada juga remaja-remaja yang menjaga pergaulan mereka seperti nak Sofia, namun tidak banyak dibanding yang bergaul bebas. Sedih saya. Alhamdullillah di kampung cucu saya sudah memiliki 2 putra, mereka hidup dari bertani.

Sofia tetap asyik dengan nasi gorengnya. Seperti habis puasa seharian penuh saja. Nikmat sekali memakan nasi goreng itu. Cabai rawit ikut disendokkan ke mulutnya setelah nasi goreng sudah lebih dahulu masuk ke mulut. Tambah nikmat jika cabai rawit ikut dimakan. Pedesnya menjadikannya luar biasa. Oleh karena itu saya pun selalu menambahkan acar cabai rawit banyak-banyak pada nasi goreng untuk nak Sofia.

Wah nikmat sekali pak nasi gorengnya, ditengah-tengah berkecamuknya pikiran saya akan teman sekamar saya itu. Saya lapar pak...sudah dari pagi saya puasa, puasa Senin Kamis“, kata Sofia.

„Alhamdullillah nak...Bapak berharap dan turut mendoakan agar temanmu itu segera pulang malam ini. Bapak kok juga ikutan kuatir“, ujar saya.

„Iya pak, amiiinnn...saya coba mendoakan dia juga. Mudah-mudahan malam ini kembali. Ini pak uangnya, kembaliannya ambil saja kebetulan saya baru mendapat rejeki”, kata Sofia sambil memberikan uang 50 ribu.

”Waduh, terimakasih nak, tidak perlu repot-repot”, ujar Saya tidak enak.

”Tidak apa pak, ini bentuk rasa syukur saya. Dan saya membagi itu ke Bapak, semoga berkah ya pak. Mari pak saya pulang dulu. Assalaamualaikum”, kata Sofia.

”Waalaikumussalaam, terimakasih nak. Semoga rejekinya berkah..amiiinnn”, kata Saya sambil tersenyum.

Alhamdullillah ya Allah jadi saya bersama Emak besok ke pasar membeli batik.

Baca juga daftar isi

7 komentar:

Lidya Fitrian mengatakan...

Allhamdulillah, rezeki selalu datang dari arah yang tidak terduga ya

Susindra mengatakan...

Meski sedikit, sedekah Sofia bisa jadi sangat berarti bagi penerimanya.

Kakaakin mengatakan...

Subhanallah...
Rizki yang tak terduga :D
Saya saja belum pernah melakukan hal seperti itu... :(

isnuansa mengatakan...

Sofia itu artinya apa ya, Mbak? Mulia hatinya.

#malahtanya

Nia mengatakan...

Alhamdulillah...kalo rejeki ngga kemana....

Anonim mengatakan...

Ngomong2, makanan terlezat nomer 2 sedunia versinya *lupasaya* adlh nasi goreng dr indonesia lho... :p

Lyliana Thia mengatakan...

Rezeki selalu datang dari arah tak terduga ya mbak... Ceritanya bagus bgt...

Jadi pengen nasi goreng, hehe.. *ups!*