Bersambung dari Chapter 1
Chapter 2
Pak
Roni tertegun di ruangannya. Kasus pembunuhan keluarga dengan tersangka yang
tak jelas, sungguh rumit. Kantor hukum
Roni Sujiwa & Partners belum pernah mendapatkan kasus pembunuhan,
ini yang pertama. Jika memang benar
calon kliennya akan datang nanti sore maka apa yang harus kuperbuat? Siapa yang
akan kutugasi untuk hal ini. Terus terang aku agak sanksi dengan junior dan
senior di kantor ini. Mereka belum berpengalaman dalam kasus pembunuhan. Itu terus yang selalu ada dalam pikiran Pak
Roni sesiangan itu.
Tok
tok
“Permisi Pak”
“Silahkan
“
Setelah
pintu dibuka sosok Dee pun masuk.
“Ya
ada apa Dee?”
“Ini
pak, mau menyerahkan tugas saya. Saya sudah merangkum seluruh kasus-kasus klien
per minggu ini pak. Ada banyak kasus yang harus ditangani pak. Berkasnya ini
sudah saya satukan dengan kasusnya”, kata Dee.
“Oke,
hmm. Sebentar saya baca dulu. Oya Dee, Saya mau menanyakan beberapa hal. Di
kampus dulu apa program kekhususan kamu?”, Tanya Pak Roni.
“Pidana
Pak”, jawab Dee tegas.
“Apa
judul skripsi kamu dulu?”, Tanya Pak Roni.
“Tinjauan
Pidana Kasus Pembunuhan Pejabat A di Kabupaten X Pak”, jawab Dee.
“Hey
mengapa kamu menggunakan A dan X untuk menggantikan nama pejabat dan nama
kabupaten Dee?”, Tanya Pak Roni.
“Ya,
gapapa pak. Untuk menjaga diri saja, insting seorang Sarjana Hukum Pidana Pak”,
jawab Dee tanpa bermaksud mempromosikan diri.
“Oh,
begitu. Baiklah. Kamu boleh kembali ke ruanganmu”, jawab Pak Roni sambil
tersenyum.
“Baik
Pak”, kata Dee.
Dee
pun kembali ke ruangan staf.
Setelah
Dee menutup pintu Pak Roni kembali dalam pergulatan pemikirannya sendiri.
Pikiran
Pak Roni seperti menemukan titik cerah meski ia sendiri belum paham benar titik
cerahnya ada di sebelah mana.
Tapi
jawaban Dee tadi cukup cerdas dan unik. Ia menggantikan nama pejabat dan nama
kabupaten tadi di depan aku bosnya. Memangnya dia tidak percaya sama aku.
Pikiran-pikiran itu terus menggelayuti pemikirannya. Tapi di sisi lain Aku merasakan insting besar
seorang pengacara di pemikiran anak itu. Ya, memang sudah seharusnya seorang
pengacara itu harus cermat dan berpikir panjang akan suatu hal yang ia tangani.
Jangan sampai kita justru melakukan kesalahan fatal atas suatu kasus karena
pemikiran kita tak panjang memikirkan akibat-akibat yang mungkin akan
ditimbulkan.
Dan
aku melihat itu pada pemikiran Dee, dengan segala keunikan pemikiran yang ia
ucapkan tadi. Ini cocok sepertinya dengan kegalauan perasaanku dari siang tadi.
Aku bingung menentukan siapa yang pas untuk masuk dalam tim kasus pembunuhan
ini jika memang si calon klien akan datang nanti sore.
***
Dee
berjalan menuju ruang staf. Ia memikirkan pertanyaan Pak Roni tadi. Mengapa ia
bertanya seperti itu. Apakah jawabanku tadi salah. Bagaimana jika memang salah,
bisa gawat nih. Mengapa Aku menjawab judul skripsiku dengan seperti itu tadi.
Kesannya aku kan jadi seolah tak mempercayai Pak Roni. Ah, bos muda itu pasti
sekarang sedang kesal sekali denganku. Dee menyibakkan rambut lurusnya. Dee
melangkah ke toilet wanita.
Ia
menyisir rambutnya. Seringkali jika sedang galau ia akan menyisir rambutnya
yang lurus sebahu itu. Cantik sebenarnya Dee. Ia tatap wajahnya dalam-dalam di
cermin. Apakah aku harus berdandan cantik agar bisa menarik perhatian bos? Ah,
that’s not my mine anymore. Tapi masalahnya kantor ini kok sepertinya tak
menerima karyawan wanita dengan dandanan biasa-biasa saja seperti diriku. Tapi
akhirnya Dee berpikir tak selamanya seorang wanita ketika bekerja hanya dinilai
dari penampilannya. Seharusnya kan dari otak dan pemikiran juga dong, walaupun
non sense penampilan akan dinilai juga tapi bukan berarti penampilan kita harus
mewah layaknya selebritis kantor bukan? Toh, aku sendiri tidak berantakan amat,
aku tetap masih rapi dan layak disebut sebagai karyawan sebuah kantor
pengacara.
Setelah
merasa cukup yakin akan penampilannya. Dee keluar dari toilet. Berjalan menuju
ruangannya. Menghempas tubuhnya begitu saja di bangku meja kerjanya.
Pandangannya sekilas mengarah ke meja tergeletak diatasnya Novel karya Agatha
Christie sebuah novel pembunuhan di suatu kota. Entah mengapa sejak percakapan
dengan Pak Roni tadi perasaannya menjadi tak enak, deg-deg an dan tak menentu.
Ia membutuhkan sebuah ruang untuk melepaskan semuanya yang mengganjal
pikirannya. Dee pun hanyut dalam bacaannya. Sesekali juga ia menulis di blog
pribadi miliknya. Ia suka begitu curhat di blog pribadi tentang segala
permasalahannya sehari-hari dan curhatan kali ini adalah tentang si bos.
***
Sementara
waktu cepat berlalu. Sore jam 16.00 WIB pun tiba. Dan benar adanya ketika
seorang satpam mengabarkan bahwa ada tamu seorang laki-laki. Tamu laki-laki itu
datang sendirian saja. Ia membawa sebuah koper berisikan berkas-berkas
sepertinya.
Ketika
tamu itu sudah sampai di ruangan Pak Roni. Mereka bersalaman dan dipersilahkan
duduk oleh Pak Roni. Pembicaraan pun dimulai.
“Ya, perkenalkan nama saya Budiman Setiadi Pak.
Saya adalah orang kepercayaan Bapak Alm. Richard Herlambang, pemilik mayoritas
saham di perusahaan minyak dan gas PT. Minyak dan Gas, Tbk”.
“Anda
yang mengirimkan email-email itu ke inbox saya?”, Tanya Pak Roni.
“Ya,
Pak”, jawabnya.
“Baiklah
coba anda ceritakan posisi kasusnya bagaimana?”, lanjut Pak Roni.
“Ini
adalah sebuah kejadian penting dari perusahaan kami pak. PT. Minyak dan Gas,Tbk
saat ini sudah memiliki omset trilyunan rupiah. Saingan kami sungguh banyak,
dan itulah yang justru membuat kami terus termotivasi untuk semakin
meningkatkan kemajuan perusahaan kami. Bapak Richard sangat tekun membimbing
kami para karyawan untuk senantiasa mempunyai motivasi yang tinggi dalam
bekerja. Bapak selalu menjanjikan kami akan diberi tunjangan yang sepadan
dengan kemajuan perusahaan dan itu terbukti ketika perusahaan kami mencapai
puncaknya di tahun ini. Perusahaan memiliki omset yang meningkat tajam di tahun
ini. Hal itu sebaliknya justru membuat jajaran pimpinan menjadi gonjang
ganjing. Ada banyak yang berkeinginan untuk menguasai perusahaan itu. Dan
sebagai seorang Direktur PT. Minyak dan Gas serta sebagai seorang yang sudah
lama bekerja dengan Pak Richard saya tahu betul bagaimana partner-partner kerja
Pak Richard baik di kursi komisaris maupun di jajaran operasional”, Budiman
memberikan penjelasan.
“Apakah
selama ini Pak Richard memiliki musuh?”, selidik Pak Roni.
“Hmm,
setahu saya tidak. Tapi saya tidak tahu jika ada musuh dalam selimut”, jawab
Budiman.
“Kejadiannya
sudah berapa lama? Kapan tanggal beliau meninggal dunia?”, Tanya Pak Roni.
“Baru
seminggu yang lalu pak Roni, Saya segera diperintahkan jajaran komisaris untuk
mengusut kasus ini. Karena ada kecurigaan yang kental bahwa ini ada hubungannya
dengan bisnis. Namun yang jadi pertanyaan mengapa 3 anggota keluarga Richard
yang lain yaitu istri Pak Richard dan dua orang anaknya juga ikutan menjadi
korban. Ini aneh dan butuh penyelidikan lebih lanjut. Kami sudah melaporkan ke
polisi dan polisi sudah menemukan beberapa alibi. Ini kasus yang rumit
sebenarnya karena selain menyelidiki kasus pembunuhan keluarga Richard kami
juga ingin mengetahui apa motif dibalik semua ini, apakah ada kaitannya dengan
kemajuan perusahaan yang begitu cepat dan ada yang ingin menggeser kursi
pimpinan dalam hal ini Pak Richard selaku pemegang saham mayoritas. Sejak
adanya berita pembunuhan ini indeks saham Minyak dan Gas mengalami penurunan
dan itu tentu tak baik bagi perusahaan kami. Kami khawatir ini ada kasak kusuk
dari berbagai pihak yang ingin menjatuhkan perusahaan kami. Banyak pihak ingin
menjatuhkan perusahaan kami, terutama perusahaan-perusahaan yang memiliki utang
ke perusahaan kami. Sebenarnya kami mau menuntut hal itu tapi kami masih
menunggu hingga saat yang ditentukan. Kaitannya dengan kasus pembunuhan
keluarga Richard, jika berdasarkan hasil penyelidikan ada kaitannya dengan
aktivitas perusahaan maka kami akan segera mempersiapkan penuntutan kami
terhadap perusahaan yang berutang pada Minyak dan Gas”, ujar Budiman.
“Baiklah
Pak Budiman, akan saya pelajari dahulu berkas-berkas ini. Sudah ada laporan
dari polisi pak?”, Tanya Pak Roni.
“Belum
pak, karena polisi sendiri masih menyelidiki di lapangan. Pembunuhnya sungguh
lihai, agak sulit polisi membaca sidik jari mereka. Sepertinya membutuhkan alat
yang lebih canggih”, kata Budiman.
“Oke
kalau begitu, setidaknya kita berusaha mengantisipasi semuanya ya Pak Budiman
karena sepertinya kasus ini sangat membawa pengaruh besar atas kelangsungan
perusahaan anda”, kata Pak Roni.
“Ya,
saya berharap agar kerjasama ini membawa hasil yang memuaskan ya Pak Roni”,
jawab Budiman sambil menjabat erat tangan Pak Roni.
Dan
Budiman pun keluar ruangan diiringi Pak Roni menuju mobilnya yang sudah
menunggu di lobbi gedung. Segera ia memasuki mobil begitu sampai di depan
mobil. Dan setelah ia memasuki mobil, kendaraan roda empat itu pun melaju
dengan kencangnya.
Tinggal
Pak Roni terdiam mematung, dan segera kembali ke ruangan kerjanya. Pria 40
tahunan itu kelihatannya sedang membutuhkan istirahat sejenak. Ia pun meminta
OB yang kebetulan sedang lewat untuk membuatkan kopi jahe hitam. Sebuah minuman
yang biasanya akan ia minta jika sedang merasakan penat.
Setibanya
di ruangan kerjanya Pak Roni menyandarkan punggungnya ke kursi dan mulai
membaca berkas-berkas yang tadi dibawa Pak Budiman. Tapi akhirnya ia tersadar. Ia belum sholat
Asar.
***
Di ruangannya
Dee masih asyik membaca novel Agatha Christie sampai ga sadar kalau jam sudah
menunjukkan pukul 17.00 WIB. Yah, memang biasanya juga dia pulang dari kantor
pukul 18.30 WIB sih, jadi tak ada masalah sebenarnya. Hanya saja mengapa sore
itu ia merasa harus segera pulang. Selain karena khawatir bertemu lagi dengan
Pak Roni (karena kejadian siang tadi ia berharap tak bertemu dengan Pak Roni
sore ini) menghilangkan perasaan khawatirnya. Namun kalau sudah jam segini
waduh, mana belum sholat Asar.
Cepat-cepat ia
menuju musholla dan sialnya di tengah jalan menuju musholla ia bertemu dengan
Pak Roni. Pak Roni sejenak bicara padanya.
“Nanti jangan
pulang dulu Dee, Saya mau mengumpulkan beberapa orang, diantaranya kamu”, kata
Pak Roni.
“Baik Pak”,
jawab Dee.
Dalam hati Dee
berpikir, syukurlah Aku ga bersiap pulang jam 5 tadi. Tapi mau ada apa ya? Ada
hubungannyakah dengan pertanyaan Pak Roni tadi siang.
Dee masuk ke
tempat wudhu dan langsung masuk musholla. Sholat Asar.
Selesai sholat
ia berdoa agar dimudahkan jika memang ada tugas penting untuknya yang akan
diberikan oleh Pak Roni. Bukankah itu yang ia harapkan selama dua bulan ini. Ya
Allah berilah yang terbaik bagiku dalam bekerja dan menjalankan amanah ini.
Amiiin.
Segera ia
merapikan mukenahnya seketika selesai berdoa. Dan melangkah cepat dengan pasti
menuju ruangan kantor. Menaruh mukenah di tas dan mengambil buku dan alat tulis
menuju ruangan Pak Roni.
Really! Dia tak
mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang akan dibicarakan oleh Pak Roni.
Berita baikkah atau berita buruk. Tapi ia tak mau berperasangka buruk, bukankah
setiap kejadian itu aka nada hikmah yang terpendam. Ya, ia merasa menjadi
semakin meningkat spiritualnya dalam sebulanan ini, di saat semua semangat
bekerja itu datang. Ia sadar itu penting untuk pertahanan dirinya. Dan ia tahu
itu adalah hal yang terbaik untuk dilakukan saat ini.
5 komentar:
Allhamdulillah kabarku baik mbak, apa kabar juga? waktu pensi gak dateng ya? aku cuma lihat mama mertua sama suaminya mbak puteir aja :)
berbagi Kata Kata Motivasi
Senyumlah, tinggalkan sedihmu. Bahagialah, lupakan takutmu. Sakit yg kamu rasa, tak setara dengan bahagia yg akan kamu dapat.
Air mata tak selalu menunjukkan kesedihan, terkadang karena kita tertawa bahagia bersama sahabat terbaik kita.
semoga beramanfaat, salam kenal dan di terima :D
salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
Pikiran yang positiv dan tindakan yang positiv akan membawamu pada hasil yang positiv.,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
Pikiran yang positiv dan tindakan yang positiv akan membawamu pada hasil yang positiv.,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
Ni Put, bagus nih, dilanjutkan ya,
cuma, kenapa Pak Budiman milih lawfirm nya Pak Roni, secara mereka perusahaan besar yang pastinya mampu mbayar banyak untuk lawfirm yang lebih mumpuni.
Memang apa kelebihannya lawfirm ini? Secara di awal ga ada detail lawfirm nya, malah dibilangin belum pernah menangani kasus pembunuhan.
Secara logika harusnya Pak Budiman nyari lawfirm yang lebih meyakinkan.
Jadi harus ada alasan logis untuk pilihan Pak Budiman supaya ketika memasukkan Dee ke dalam kasus tsb, jadi lebih logis lagi.
ok, selamat menulis, dan aku akan tekun untuk membaca.
salam,
Ummi Syifa
Posting Komentar