Minggu, 11 Agustus 2013

Usia Bermain Umar


Ini gambaran dan pemikiranku ketika menunda Umar sekolah SD. Saya tidak tahu ini dapat diterapkan pada semua anak atau tidak, setidaknya ini inspirasiku, baca juga di home-schooling-50-untuk-umar.


Dulu saya pernah ikutan Akta Mengajar IV sehingga saya tahu beberapa teori dari pakar pendidikan. Diantara teori-teori itu adalah teori masa keemasan anak usia 1-6 tahun. Anak usia ini memiliki pola berpikir abstrak sehingga biarlah ia dengan pola berpikir seperti itu. Anak pada usia ini jangan diajarkan membaca, menulis dan berhitung karena otak anak seharusnya dibiarkan untuk eksplorasi, bermain dan berpetualang saja dulu. Nanti setelah usia 6 tahun berlalu yang artinya memasuki usia 7 tahun baru anak diajarkan calistung. Dengan kenyataan Umar diberikan pelajaran calistung menjadi pikiran bagi saya. Saya tahu teori, namun kenyataannya tidak demikian. Akan tetapi saya sendiri tidak lantas antipati dengan pengajaran calistung bagi Umar asalkan bisa diajarkan dengan metode yang menyenangkan. 
Di sekolah Umar metode pengajaran calistung tidak memaksa. Tapi mengikuti perkembangan anak per anak. Metode berhitung dengan metode jarimatika sehingga anak diajarkan untuk tidak tergantung pada alat tapi cukup menggunakan kesepuluh jarinya yang telah diberikan Allah SWT dengan maha sempurna. Pelajaran membaca dan menulis pun demikian, diajarkan pelan-pelan dan bertahap . Ketika kelas TK kecil Umar dikenalkan huruf sedikit-sedikit dengan mewarnai, menggunting, dan mengucapkan. Dan ketika TK besar baru diajarkan membaca dan menulis.

Tapi di balik itu semua ada satu yang mengganjal yaitu masalah PR. Umar agak berat dalam mengerjakan PR. Saya beranggapan, pada awalnya, bahwa anak seusia itu tak perlu PR. Belajar di sekolah sudah cukup. Tapi apa daya sekolah tetap memberikan PR dengan alasan supaya anak mengulang pelajaran di rumah. Oke, saya terima. Apalagi SD negeri sekarang mensyaratkan anak untuk bisa menulis dan membaca. Diuji dalam tes masuk SD. Saya tidak memaksa Umar untuk mengerjakan PR, kadang 3 sampai 5 hari baru dikumpulkan. Hal tersebut saya terapkan supaya Umar tidak stress dengan PR. 

Abinya anak-anak pernah berujar, “Anak usia 1-6 tahun itu menurut pakar pendidikan tidak perlu diajarkan pelajaran yang terlalu mengganggu kebebasan dia bermain, Rasullullah sendiri juga mengatakan bahwa masa anak-anak itu adalah masa bermain-main. Bahkan Rasullullah pernah berempati terhadap seorang anak ketika burungnya mati. Rasullullah menanyakan perihal itu terhadap si anak dan tidak menganggap remeh hal itu”. Ya, benar sesuai dengan teori yang saya pelajari di Akta IV. Cara-cara Rasullullah juga mengajarkan kita empati pada anak tanpa meremehkan. Kita sebagai orang dewasa terkadang tidak memahami anak. Kita mengganggap, “Ah, hanya burung mati saja dipikirin amat sih nak. Nanti juga bisa beli lagi”. Padahal pemikiran anak tidak seperti itu. 

Dengan bermain anak berlatih imajinasi, berlatih empati, berlatih untuk berkarya. Kata suami, “Kita sebagai orangtua hanya mendapat titipan dari Allah tapi tidak untuk menentukan si anak harus begini dan begitu”. Yah, terkadang ketika menyadari bahwa Umar akan masuk SD saya jadi bimbang dengan keyakinan bahwa anak tidak boleh dipaksa dalam belajar calistung. Terkadang saya memaksa Umar juga untuk segera mahir dalam calistung. Saya hanya tak ingin Umar ketinggalan dengan teman-temannya. Bahkan demi tak mau Umar ketinggalan saya pernah berpikiran untuk mengulangi sekolah TK bagi Umar supaya ketika masuk SD kelak dia sudah semakin matang. Toh usia Umar baru 6 tahun. Untuk masuk SD Negeri usia minimal 7 tahun. 

Saya banyak diskusi dengan Abinya masalah ini. Hingga akhirnya seperti pembicaraan kami sebelumnya dan pemahaman kami bahwa biarlah semua berjalan dengan mengalir. Anak berlatih sesuai kemampuannya. Jangan pernah memaksa kepada anak itu tidak baik bagi perkembangan psikologisnya. Biarlah masa anak-anak 1-6 tahun dilalui dahulu dengan keceriaan. Kita sebagai orangtua hanya perlu mendampingi dan menciptakan lingkungan belajar yang baik bagi anak.

Wassalam 
Pu 


7 komentar:

Bloggerwan mengatakan...

Iya, sih memang ada benernya jangan memaksakan tapi meskipun diajarin itu untuk melatih supaya dia tahu dan terbiasa.

Dhila mengatakan...

diajar dan dinasehati sedikit demi sedikit mba...
awalnya memang sulit, tapi disitulah peran orang tua sangat dibutuhkan...
tetap beri arahan yg positif, InsyaAllah ^^

kunjungan perdana...
izin follow mba, bila berkenan follback ya...
salam hangat dari sulawesi ^^

Kangmas Hejis mengatakan...

postingnya inspiratif mbak :)

wi3nd mengatakan...

berat emang kurikulum di indonesia itu

anak sekecil itu dibebani dengan tugas tugas yang lumayan berat pdhal otaknya belum sampai berpikir kesana :(

Zizy Damanik mengatakan...

Kasihan memang anak kalau kita memaksakan diri. Masa-masanya pasti akan tiba untuk bisa dan semangat calistung ya.

catatan kecilku mengatakan...

Taqabbalallahu minna waminkum
Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1434 H.
Mohon Maaf lahir dan bathin

Maaf baru OL sekarang :)

the others mengatakan...

Kurikulum pendidikan di Indonesia emang berat mbak.
Tapi di sisi lain banyak ortu yang juga "memaksakan" diri utk pendidikan anaknya... buktinya aturannya kan masuk SD umur 7 tahun, tapi nyatanya di tempatku banyak anak2 yang bahkan belum genap 6 tahun sudah dimasukkan ke SD.
Kasihan banget kan?